Popular Posts

Friday, September 16, 2011

Menguak KA"BAH

Menguak Ka'bah

Berdiri ribuan tahun lalu, Ka'bah terus menarik ribuan umat Islam beribadah ke Mekkah.

Jum'at, 26 Agustus 2011, 16:53 WIB
indra Darmawan




 

VIVAnews - Suatu siang, pertengahan April, empat belas tahun silam. Seperti lazimnya siang di Mekkah, terik matahari mencapai 40° celsius. Tapi matahari yang membakar itu sama sekali tak mengusik ribuan manusia dari pelbagai ras, etnis, dan warna kulit. 

Mereka, ribuan manusia berbalut kain putih itu, bergerak bak ombak laut, dengan gerak melingkar membentuk pusaran.
Gerak itu terus bergulung, mengitari satu titik bangunan kubus hitam berusia ribuan tahun. Itulah bangunan suci, saksi sejarah para nabi, dan simbol keagungan sang maha pencipta: Ka’bah.

Di antara ribuan manusia tadi, terselip Michael Wolfe, seorang penyair, pengarang , dan produser film mualaf asal California AS. Itu adalah kali kedua dia menunaikan ritual haji ke Mekkah. Saat itu Wolfe sekaligus mendokumentasikan perjalanannya, yang kemudian disiarkan di acara Nightlife milik Stasiun TV ABC.

“Bagi umat Islam, mengunjungi Ka’bah itu seperti pulang ke rumah. Saat Anda ke Mekkah, ada perasaan yang melibatkan hati seorang manusia, seolah-olah Anda sedang kembali,” kata Wolfe.  Menurut dia, Ka’bah sebagai titik sentral ritual Haji saat itu, melambangkan simbol Keesaan Tuhan.

Dengan berjalan mengitari Ka’bah, umat Islam mengekspresikan semangat untuk menempatkan Tuhan di pusat pusaran kehidupannya. Dan siapapun yang berada di depan Ka’bah, kata Wolfe, akan merasakan kedamaian di hatinya.

Apa yang dirasakan oleh Wolfe sepertinya juga dirasakan para peziarah lainnya. Seorang pengusaha media nasional, Mario Alisjahbana, misalnya menulis dalam catatan perjalanan haji di majalah Madina, mengatakan hal serupa. Ia menemukan pengalaman membahagiakan saat melaksanakan ibadah thawaf, sa’i, dan salat di depan Ka’bah.

“Kepasrahan dan kebahagiaan menyelimuti saya, benar-benar membuat saya menjadi sabar dan damai,” kata Mario.

Pengaruh Ka’bah terhadap para jamaah yang tengah melakukan ritual ibadah di sana, memang misterius. Bahkan, tak sedikit di antara para jamaah, yang tanpa sadar berurai air mata ketika melihat Ka’bah.

***

Umat Islam meyakini Ka’bah adalah tempat ibadah pertama yang berdiri di muka bumi. Hal ini terabadikan dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran 96,  “Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat ibadah) manusia, adalah Baitullah di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Sebuah cerita pra-Islam mengatakan Ka’bah didirikan oleh Adam untuk beribadah kepada Allah. Namun, sebuah riwayat hadis dari Ali bin Hussain, mengatakan Ka’bah didirikan  para Malaikat sebelum kehadiran Nabi Adam di muka bumi. Malaikat saat itu diperintahkan membangun Ka’bah seperti bentuk Baitul Makmur, tempat ibadah yang berada di Surga di langit ke-7.

Namun, seiring waktu berjalan, Ka’bah tersapu banjir besar ketika zaman Nabi Nuh. Ka’bah dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail, yang ceritanya terekam dalam Al Qur’an (Surat Al-Hajj : 26). Sejak Nabi Ibrahim, Ka’bah digunakan untuk ibadah Haji.

Setelah itu Ka’bah berkembang menjadi Kota Mekkah diziarahi oleh orang-orang dari berbagai negeri dari jazirah Arab dan Mesir. Oleh karenanya, sepeninggal Nabi Ibrahim, pengelolaan Ka’bah beberapa kali diperebutkan, dan Ka’ba h pun beberapa kali mengalami renovasi dan pengembangan (
Baca juga "Ka’bah dari Masa ke Masa").

***

Dari tampilan fisiknya, Ka’bah memang tidak mengadopsi desain dan arsitektur bangunan canggih. Bentuknya sederhana, sesuai namanya (Ka’bah berarti kubus) dengan ukuran panjang-lebar-tinggi: 13,16 m X 11,53 m X 12,03 m. Di dalamnya ada sebuah ruangan berukuran sekitar 10 X 8 meter persegi, dengan dua pilar menjulang ke langit-langit.

Pada masa pra Islam, ruangan ini digunakan menyimpan patung-patung berhala untuk ritual masa itu. Setelah penaklukan kota Mekkah oleh Nabi Muhammad, ratusan patung itu dihancurkan serta gambar-gambar di dinding Ka’bah juga dihapus. Sudut-sudut Ka’bah mengarah ke empat penjuru mata angin, dengan posisi batu Hajar Aswad menempel di sudut timurnya. (
Lihat infografik).

Hajar Aswad adalah salah satu elemen penting Ka’bah. Seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad, jamaah haji biasanya mencium batu ini di sela-sela tawaf. Batu ini mulai dipasang di Ka’bah sejak Ibrahim memerintahkan Ismail untuk mencari sebuah batu untuk dipasang di salah satu celah di bangunan Ka’bah.

Namun setelah sekian lama Ismail mencari batu ini, akhirnya Ibrahim mendapatkan batu ini dari Malaikat Jibril. Batu hitam yang berkilau-kilau ini sejak lama mengundang perdebatan. Menurut hadits riwayat At Tirmidzi, batu hitam itu adalah batu yang berasal dari Surga, yang dibawa oleh Nabi Adam ke bumi. Awalnya, kata hadits itu, batu itu berwarna putih. Tapi karena menyerap dosa –dosa manusia di bumi, batu ini berubah warna menjadi hitam.

Sebagian muslim meyakini batu ini adalah batu meteorit berasal dari luar angkasa. Namun, hipotesa ini belum terbukti kebenarannya. Ada pula yang menyebutnya sebagai batu basalt, batu agate (batu akik), atau kaca alami.

Adalah Paul Partsch, seorang kurator koleksi perhiasan Kerajaan Austro-Hungaria, yang pertama kali memperkirakan Hajar Aswad  sebagai batu meteor, pada 1857. Namun, berdasarkan ciri fisiknya, Robert Dietz dan John McHonde menyimpulkan Hajar Aswad sebenarnya adalah batu akik, pada 1974.

Belakangan, seorang pakar sejarah mengatakan Hajar Aswad adalah batu yang bisa mengambang di atas air. Bila benar, berarti Hajar Aswad adalah batu kaca atau batu apung. Pada 1980, Elsebeth Thomsen dari University of Copenhagen menawarkan hipotesis baru.

Menurutnya, Hajar Aswad adalah fragmen kaca yang pecah akibat tumbukan meteor yang jatuh di Wabar, sebuah tempat di gurun Rub’ al Khali, 1000 km di timur Mekkah. Meteor ini diperkirakan jatuh pada 6000 tahun lalu. Namun hipotesis ini pun belum bisa dipastikan kebenarannya.

***

Pada 1977 ilmuwan Mesir Dr Husain Kamaluddin mempublikasikan temuan ilmiahnya bahwa Mekkah adalah pusat bumi. Dibantu pakar Matematika dari Universitas Asyuth, Dr Muhammad Al-Syafi’I ‘Abd Al-Lathif, Husain melakukan penelitian bertahun-tahun melibatkan sekian banyak tabel matematika serta bantuan program komputer.

Penemuan itu ia dapatkan secara tak sengaja. “Awalnya penelitian ini bertujuan menemukan alat yang dapat membantu setiap orang mengetahui dan menentukan arah kiblat,” kata Husain, dikutip dari buku ‘Ka’bah Rahasia Kiblat Dunia’, karangan Muhammad Abdul Hamid Asy-Syarqawi dan Muhammad Raja’l Ath-Thahlawi.

Husain menyiapkan peta berisi gambar benua-benua. Ternyata ia mendapatkan Mekkah berada di tengah-tengah peta dunia. Ia mendapati bahwa tanah di permukaan bumi menyebar dari Mekkah sebagai pusat dengan sangat teratur.

Tak percaya dengan temuannya, ia berkali-kali mengulang percobaannya, bahkan saat ia ujikan kembali dengan peta kuno sebelum terbentuknya Amerika dan Australia. Ternyata hasilnya sama, Mekkah tetap menjadi sentral bumi, termasuk pada awal masa penyebaran dakwah Islam. Tentu saja pembuktian Husain mengundang kontroversi. Ada yang percaya, ada pula yang tak percaya dengan temuannya itu.

Hal lain menarik tentang Ka’bah diungkapkan oleh Agus Mustafa dalam bukunya, Pusaran Energi Ka’bah. Menurut Agus, mengapa doa-doa seorang muslim lebih cepat terkabul ketika ia tengah berada di depan Ka’bah atau Multazam, itu ada penjelasan ilmiahnya.

Agus menyodorkan hukum gaya Lorentz atau juga dikenal dengan aturan tangan kanan. Hukum itu mengatakan bahwa pada konduktor melingkar yang dialiri arus listrik berlawanan arah jarum jam, akan menghasilkan medan magnet yang mengarah ke atas.

Oleh karenanya, kata Agus, ketika lautan tubuh manusia yang mengandung bioelektron mengitari Ka’bah berlawanan arah jarum jam sambil merapalkan kalimat-kalimat talbiyah, maka itu akan melontarkan medan magnet yang demikian besar ke arah langit.

***

Bagi seorang muslim yang taat, tentu saja pembuktian ilmiah terhadap alasan yang melatari ibadah mereka, tak terlalu penting. Benar atau tidak klaim yang mengatakan bahwa Mekkah adalah pusat dari pergerakan bumi, yang jelas Mekkah selalu menjadi magnet bagi muslim di seluruh dunia.

Tokoh muslim pembela hak-hak kulit hitam Amerika Serikat, ElHajj Malik El-Shabazz atau lebih dikenal dengan Malcom X, begitu terpesona dengan semangat persatuan umat yang terjadi selama ibadah haji yang diikuti.
Pengalamannya di sana mengubah pandangan rasisnya selama ini. Kemudian itu diabadikannya dalam sepucuk surat bagi kawannya di Amerika Serikat. “Di sini, ada puluhan ribu peziarah, yang berasal dari seluruh dunia. Mereka berasal dari beragam warna, dari mata biru, pirang, hingga kulit hitam Afrika. Tapi kami semua melakukan ritual sama, memperlihatkan semangat kebersamaan dan persaudaraan, yang selama ini, berdasarkan pengalaman di Amerika, saya kira hal itu tidak pernah ada.”
Selama sebelas hari, Malcolm makan dan minum di piring dan gelas yang sama, tidur di tempat tidur yang sama dan salat kepada Tuhan yang satu. “Saya merasakan ketulusan yang sama dari mereka. Karena keyakinan mereka terhadap Tuhan telah mengenyahkan segala perbedaan dari pikiran mereka."

Islam memang tak membedakan ras, warna, pangkat dan kedudukan. Islam hanya menghargai nilai ketakwaan dari penganutnya. Tak hanya mengajarkan kebersamaan dan persatuan, drama yang terjadi di Ka’bah dan Mekkah, sering menginspirasi atau bahkan mengubah cara pandang dan hidup seseorang.

Dan itu, kerap kali membuat orang meneteskan air mata haru tatkala harus kembali pulang ke negara mereka. Wolfe menggambarkan keharuannya ketika harus meninggalkan Ka’bah dan Mekkah, dengan satu pepatah kuno.
Pepatah itu berbunyi, “Sebelum kamu mengunjunginya, Mekkah akan selalu menanti Anda. Ketika Anda meninggalkannya, Mekkah akan selalu memanggilmu kembali. Selamanya.” (np)
• VIVAnews

Ka'bah dari Masa ke Masa

Ka'bah menjadi saksi dari kehidupan manusia. Dari pergolakan kekuasaan sampai bencana.

Jum'at, 26 Agustus 2011, 17:04 WIB
Denny Armandhanu 


• VIVAnews Awalnya, Mekkah hanyalah sebuah hamparan kosong. Sejauh mata memandang pasir bergumul di tengah terik menyengat. Aliran zamzamlah yang pertama kali mengubah wilayah gersang itu menjadi sebuah komunitas kecil tempat dimulainya peradaban baru dunia Islam.

Bangunan persegi bernama Ka'bah didaulat menjadi pusat dari kota itu sekaligus pusat ibadah seluruh umat Islam. Mengunjunginya adalah salah satu dari rukun Islam, Ibadah Haji.

Ka'bah masih tetap berdiri kokoh hingga saat ini dan diperkirakan masih terus berdiri hingga kiamat menjelang. Beberapa generasi pernah menjadi saksi berdirinya Ka'bah hingga berbagai kemelut menyelimutinya.

Adalah Ismail, putra Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, yang kaki mungilnya pertama kali menyentuh sumber mata air zamzam. Akibat penemuan mata air abadi ini, Siti Hajar dan Ismail yang kala itu ditinggal oleh Ibrahim ke Kanaan di tengah padang, tiba-tiba kedatangan banyak musafir. Beberapa memutuskan untuk tinggal, beberapa lagi beranjak.

Ibrahim datang dan kemudian mendapatkan wahyu untuk mendirikan Ka'bah di kota kecil tersebut. Ka'bah sendiri berarti tempat dengan penghormatan dan prestise tertinggi.

Ka'bah yang didirikan Ibrahim terletak persis di tempat Ka'bah lama yang didirikan Nabi Adam hancur tertimpa banjir bandang pada zaman Nabi Nuh. Adam adalah Nabi yang pertama kali mendirikan Ka'bah

Tercatat, 1500 SM adalah merupakan tahun pertama Ka'bah kembali didirikan. Berdua dengan putranya yang taat, Ismail, Ibrahim membangun Ka'bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays, dan tempat-tempat lainnya.

Bangunan mereka semakin tinggi dari hari ke hari, dan kemudian selesai dengan panjang 30-31 hasta, lebarnya 20 hasta. Bangunan awal tanpa atap, hanyalah empat tembok persegi dengan dua pintu.

Celah di salah satu sisi bangunan diisi oleh batu hitam besar yang dikenal dengan nama Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di bukit Qubays saat banjir besar melanda pada masa Nabi Nuh.

Batu ini istimewa, sebab diberikan oleh Malaikat Jibril. Hingga saat ini, jutaan umat Muslim dunia mencium batu ini ketika berhaji, sebuah lelaku yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad.

Selesai dibangun,  Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyeru umat manusia berziarah ke Ka'bah yang didaulat sebagai Rumah Tuhan. Dari sinilah, awal mula haji, ibadah akbar umat Islam di seluruh dunia.
Karena tidak beratap dan bertembok rendah, sekitar dua meter, barang-barang berharga di dalamnya sering dicuri. Bangsa Quraisy yang memegang kendali atas Mekkah ribuan tahun setelah kematian Ibrahim berinisiatif untuk merenovasinya. Untuk melakukan hal ini, terlebih dahulu bangunan awal harus dirubuhkan.

Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy adalah orang yang pertama kali merobohkan Ka'bah untuk membangunnya menjadi bangunan yang baru.

Pada zaman Nabi Muhammad, renovasi juga pernah dilakukan pasca banjir besar melanda. Perselisihan muncul di antara keluarga-keluarga kaum Quraisy mengenai siapakah yang pantas memasukkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka'bah.

Rasulullah berperan besar dalam hal ini. Dalam sebuah kisah yang terkenal, Rasulullah meminta keempat suku untuk mengangkat Hajar Aswad secara bersama dengan menggunakan secarik kain. Ide ini berhasil menghindarkan perpecahan dan pertumpahan darah di kalangan bangsa Arab.

Renovasi terbesar dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka'bah terletak di ruang sempit terbuka di tengah sebuah mesjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada akhir tahun 700-an, tiang kayu mesjid diganti dengan marmer dan sayap-sayap mesjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa perlu, menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji dari seluruh jaziran Arab dan sekitarnya.

Wajah Masjidil Haram modern dimulai saat renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga saat ini.

Pada penyatuan Arab Saudi tahun 1932, negara ini didaulat menjadi Pelindung Tempat Suci dan Raja Abdul Aziz adalah raja pertama yang menyandang gelar Penjaga Dua Mesjid Suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Pada pemerintahannya, Masjidil Haram diperluas hingga dapat memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara Masjid Nabawi diperluas hingga dapat memuat 17.000 jemaah.

Pada pemerintahan Raja Fahd tahun 1982, kapasitas Masjidil Haram diperluas hingga memuat satu juta jemaah. Renovasi ketiga selesai pada tahun 2005 dengan tambahan beberapa menara. Pada renovasi ketiga ini, sebanyak 500 tiang marmer didirikan, 18 gerbang tambahan juga dibuat. Selain itu, berbagai perangkat modern, seperti pendingin udara, eskalator dan sistem drainase juga ditambahkan.

Saat ini, pada masa kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul-Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan kapasitas luar mesjid dapat menampung 800.000 hingga 1.120.000 jemaah. Jika rampung, bagian dalam Masjidil Haram akan dapat menampung hingga dua juta jemaah.

Banjir Ka'bah

Bencana alam yang mungkin sering terjadi di wilayah Mekkah adalah banjir. Terbesar tentu saja pada masa banjir bandang Nabi Nuh. Kala itu seluruh bangunan Ka'bah runtuh. Banjir juga terjadi beberapa kali di masa Nabi Muhammad. Sepeninggalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, banjir merusak dinding-dinding Ka'bah.

Salah satu banjir yang sempat terdokumentasikan adalah banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang dipublikasikan secara luas, terlihat bagian dalam Masjidil Haram terendam banjir hingga hampir setengah tinggi Ka'bah.

Di beberapa tempat bahkan mencapai leher orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian membuat beberapa tiang mesjid yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh.
Kerajaan Saudi terpaksa harus melakukan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.

Banjir sering terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit beberapa bukit.
Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang letaknya seperti mangkuk. Air hujan tidak dapat dapat mudah diserap oleh tanah, mengingat lahan Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung selama beberapa lama. Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik sekarang.

Selain banjir, berbagai insiden pertumpahan darah tercatat pernah mewarnai sejarah Masjidil Haram. Mulai dari zaman sebelum Nabi Muhammad lahir hingga ke zaman modern di abad ke 20. Beberapa insiden tersebut diakhiri dengan kemenangan para penguasa Ka'bah.

Serangan Gajah

Serangan terhadap Ka'bah yang paling terkenal terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun kelahiran Nabi Muhammad. Kala itu, sebanyak 60.000 pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Yaman, Abrahah, berencana menyerbu Mekkah dan menghancurkan Ka'bah.

Negara Yaman adalah salah satu negara Kristen besar kala itu. Sebuah gereja besar yang indah didirikan pada pemerintahan Raja Yaman, Habshah. Gereja tersebut bernama Qullais. Abrahah sebagai pembina gereja bersumpah akan memalingkan pemujaan warga Arab dari Ka'bah di Mekkah ke gerejanya di Yaman.

Alkisah, mendengar hal ini, seorang Arab dari qabilah Bani Faqim bin Addiy tersinggung kemudian masuk ke dalam gereja dan membuang hajat di dalamnya. Abrahah marah luar biasa dan bersumpah akan meruntuhkan Ka'bah. Berangkatlah dia beserta tentara terkuatnya, menunggang 60.000 ekor gajah.

Tidak ada satupun kekuatan kabilah Arab Saudi yang mampu menandingi kekuatan puluhan ribu tentara gajah tersebut. Berdasarkan komando dari kakek Muhammad, Abdul Mutalib, para penduduk Mekkah mengungsi ke puncak-puncak bukit di sekeliling Ka'bah. Berangkatlah rombongan tentara Abrahah menuju Ka'bah, hendak menghancurkan bangunan mulia tersebut.

Menurut kisah, laju tentara gajah terhenti akibat serangan dari ribuan burung Ababil. Burung-burung ini membawa tiga butir batu panas di kedua kakinya dan paruhnya. Dilepaskannya batu-batu tersebut di atas tentara gajah. Batu yang konon berasal dari neraka itu menembus daging para tentara dan gajah-gajah mereka. Sebuah tafsir mengatakan burung-burung itu membawa penyakit cacar yang menyebabkan para tentara Abrahah tewas akibat bisul yang sangat panas.

Inilah sebabnya, tahun penyerangan tentara Abrahah ke Mekkah dinamakan sebagai Tahun Gajah.
Kisah ini juga tertulis jelas di surat Al Fiil di kitab suci Al-Quran. "Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)." (Al Fiil: 3-4).

Bentrok dengan Iran

Di zaman modern, insiden paling sering adalah bentrok aparat keamanan Arab Saudi dengan para demonstran asal Iran. Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari pemerintah Iran agar para jemaah haji Iran menyampaikan protes terhadap kerajaan Saudi.

Kerusuhan terparah terjadi pada 31 Juli 1987 yang menewaskan 401 orang. Di antaranya adalah 275 warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah haji asal negara lain. Sebanyak 643 orang terluka, kebanyakan adalah jemaah haji Iran.

Perseteruan antara Arab Saudi dengan Iran sudah berlangsung relatif lama. Dimulai saat Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran beberapa makam yang dikultuskan umat Islam di Hejaz, termasuk makam ulama Syiah Al-Baqi, pada tahun 1925.

Tindakan ini tidak ayal membuat marah pemerintahan dan rakyat Iran yang mayoritas Syiah.  Kemelut pun dimulai, Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan melarang seluruh warga Iran pergi haji pada tahun 1927.

Ketegangan bertambah parah setelah pada tahun 1943, pemerintah Arab Saudi memenggal kepala seorang jemaah haji Iran karena membawa kotoran manusia di pakaiannya ke dalam Masjidil Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan melarang warganya pergi haji hingga tahun 1948.

Sejak saat itu, demonstrasi jemaah haji Iran terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan Ayatullah Khomeini pada tahun 1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran untuk berhaji sambil menyampaikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah Arab Saudi. Para jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama "Menjaga Jarak dengan Para Musryikin."

Pada tahun 1982, situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini memerintahkan rakyatnya menjaga ketertiban dan perdamaian, tidak menyebarkan pamflet-pamflet propaganda, dan untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.

Sebagai balasannya, kerajaan Arab Saudi membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji. Sebelumnya, Saudi membatasi jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari konflik.

Ketegangan kembali terjadi pada Jumat, 31 Juli 1987. Para jemaah haji Iran melakukan pawai protes menentang para musuh Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah. Ketika sampai di depan Masjidil Haram, mereka diblokir oleh aparat keamanan Arab Saudi, namun mereka tetap memaksa masuk.

Bentrokan berdarah kemudian terjadi yang mengakibatkan situasi kacau dengan beberapa orang terinjak-injak oleh massa yang panik.

Ada beberapa versi pemicu kematian ratusan orang pada insiden ini. Pemerintah Iran mengatakan, aparat keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah demonstran damai, sementara Arab Saudi mengatakan bahwa korban tewas akibat terjepit dan terinjak jemaah yang panik. Akibat hal ini, hubungan kedua negara kembali renggang dan pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah haji Iran.

Mahdi Palsu

Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 20 November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata menguasai Masjidil Haram dan menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.

Penyanderaan dipimpin oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi yang mengatakan saudara iparnya, Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani, adalah Imam Mahdi atau sang penyelamat akhir zaman.

Dilaporkan sebanyak 400-500 militan Otaibi, termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak, mengeluarkan senjata yang mereka sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil Haram. Mereka memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu, Al-Qahtani. Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum akhirnya para militan diberantas oleh pasukan bersenjata gabungan antara Arab Saudi dengan beberapa negara.

Pasukan Arab Saudi sempat dipukul mundur karena hebatnya persenjataan para militan. Seluruh warga Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.

Pasukan kerajaan siap melakukan gempuran mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz, yang telah  melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya dia mengeluarkan fatwa penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka'bah.

Dilaporkan 255 jemaat haji dan militan Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.

Berbagai cerita berbeda mengisahkan saat-saat penyerangan oleh tentara gabungan Arab Saudi, Pakistan dan Perancis.

Salah satu laporan mengatakan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan mengalirinya dengan listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya mengatakan para tentara menggunakan gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan Arab Saudi tidak berdaya.

Tentara Perancis ini dikabarkan menjadi Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini mereka lakukan lantaran Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim.(mt)
• VIVAnews

No comments:

Post a Comment